(Sebenarnya tulisan ini aku tulis 1 tahun yang lalu, namun entah mengapa aku sampai lupa kalau dulu pernah nulis ini. Hehe.. Tak apa lah dari pada tulisan ini hanya tersimpan rapi di laptopku mending aku share aja. Semoga bermanfaat :))
Selamat
hari Raya Iedul Fitri 1435 H. Taqabalallahu minna waminkum. Minal ‘aidin wal
faizin. Mohon maaf lahir dan batin. :)
Teman-teman
kapan lebarannya? Kalau tempatku sih baru hari ini tadi. Eits, jangan fikir aku
puasa 31 hari yaa.
Memang sih tempatku sholat Ied-nya juga hari Senin kemarin,
sama seperti ketetapan pemerintah. Tapi open house (ujung/badan: bahasa di
tempatku) baru hari ini tadi. Maklum lah, di tempatku memang masih menggunakan
perhitungan Jawa untuk menentukan kapan jatuhnya hari Raya Iedul Fitri.
Di
momen lebaran kali ini, ada banyak hal menarik yang aku dapatkan. Mulai dari
pra-lebaran (Ramadhan) sampai hari ini. Berkaitan dengan kegiatan apa saja yang
aku lakukan selama bulan Ramadhan sampai hari ini mungkin akan aku ceritakan di
lain kesempatan. Khusus untuk bagian ini aku ingin sedikit membagikan
pesan-pesan bapak berkaitan dengan Hari Raya Iedul Fitri.
Hari
Raya Iedul Fitri merupakan momen yang tepat untuk saling bermaaf-maafan dan
menyambung silaturahmi. Tradisi semacam ini seolah telah mendarah daging di
tengah masyarakat. Begitu pula dengan tradisi di daerahku.
Setiap
perayaan Hari Raya Iedul Fitri, kami selalu saling mengunjungi antar tetangga,
maupun antar saudara. Berkaitan dengan ini, bapak selalu berpesan kepadaku agar
aku selalu mendahulukan keluarga dan tetangga sekitar untuk dikunjungi. Setelah
semua keluarga dan tetangga, baru lah aku diperbolehkan untuk berkunjung ke
rumah teman-temanku.
Mengapa
keluarga dan tetangga harus didahulukan?
Bagaimanapun
hubungan darah yang menyatukan kita dalam sebuah keluarga tidak boleh terputus.
Dari para leluhur sampai anak keturunannya. Dan tidak bisa dipungkiri bahwa
kita ini ada, lahir, tumbuh, dan dibesarkan dari dan di dalam keluarga.
Tetangga
merupakan keluarga kita yang paling dekat. Bagaimanapun kita tidak dapat hidup
tanpa orang lain. Meskipun kita berasal dari latar belakang yang berbeda, akan
tetapi wilayahlah yang menyatukan kita. Apapun yang sedang kita alami, tetangga
lah orang yang selalu mengerti dan dapat membantu kita dengan segera. Terlebih
hidup di desa seperti aku, keberadaan tetangga sudah seperti keluarga. Sehingga
tak heran jika keluarga sedarah dan
tetangga harus kita dahulukan.
Yahh,
ini hanya masalah prinsip. Siapa yang didahulukan dan siapa yang di nomor
sekiankan. Akan tetapi lebih dari itu semua, di momen iedul fitri seperti
sekarang ini tak ada salahnya untuk mengunjungi dan bermaaf-maafan dengan
sebanyak mungkin orang yang kita kenal. Karena sejatinya yang terpenting adalah
bukan siapa yang harus didahulukan, namun esensi dari ketulusan hati untuk
saling memperbaiki diri itu yang penting.
Kamar tidurku, 30 Juli 2014; 23.49
Tidak ada komentar:
Posting Komentar