Refleksi Pertemuan 1
Oleh:
Endah Kusrini
18709251015
Pendidikan Matematika A 2018
Tulisan ini merupakan
refleksi pertemuan pertama kuliah Filsafat Ilmu yang diampu oleh Prof Marsigit.
Kuliah dilaksanakan pada hari Selasa, 04 September 2018, pukul 15.30-17.10 WIB,
di ruang I. 01.1. 01. 01 Gedung Pascasarjana UNY. Kuliah dihadiri oleh 18 orang
mahasiswa dari kelas Pendidikan Matematika A 2018.
Kuliah diawali dengan
berdoa menurut keyakinan masing-masing yang dipimpin oleh Prof Marsigit.
Perkuliahan hari ini merupakan perkuliahan pertama, sehingga setelah berdoa
dilanjutkan dengan perkenalan. Mula-mula Prof Marsigit meminta para mahasiswa
untuk menyebutkan nama dan asal daerah. Beberapa mahasiswa di kelas ini pernah
mengikuti perkuliahan bersama Prof Marsigit ketika S1, sehingga dapat dijadikan
narasumber terkait system perkuliahan filsafat yang akan dijalani. Karena pada
dasarnya, perkuliahan filsafat di bangku S1 sama seperti perkuliahan filsafat
di bangku S2, yang membedakan hanyalah jenis pertanyaan dan pemikirannya.
Prof Marsigit
menjelaskan bahwa beliau menerapkan blended
learning selama proses perkuliahan. Artinya ada perkuliahan yang dilakukan
dengan tatap muka langsung dan ada perkuliahan yang dilakukan secara online.
Perkuliahan tatap muka langsung dilaksanakan setiap hari Selasa sesuai dengan
jadwal yang sudah ditentukan, sedangkan perkuliahan online dilakukan melalui
blog. Alamat blog beliau yaitu http://powermathematics.blogspot.com.
Blog tersebut dibuat untuk memfasilitasi mahasiswa agar dapat belajar filsafat
di mana pun dan kapan pun.
Prof Marsigit meminta
para mahasiswa untuk membuka HP kemudian mengakses Google. Beliau meminta
mahasiswa untuk mengetik nama beliau di kotak pencarian Google. Google
menampilkan berbagai artikel dan prestasi yang telah dicapai oleh Prof
Marsigit. Hal tersebut cukup memotivasi saya untuk terus mengembangkan diri
agar dapat berprestasi seperti beliau.
Kemudian Prof Marsigit
meminta mahasiswa untuk membuka blog beliau. Prof Marsigit menjelaskan bahwa
dalam blog tersebut terdapat kurang lebih 800 bacaan. Mahasiswa diwajibkan untuk
membaca bacaan tersebut dan membuat komentar. Komentar-komentar yang diberikan
akan digunakan sebagai salah satu komponen penilaian. Prof Marsigit menjelaskan
bahwa untuk mendapatkan nilai A, jumlah komentar minimal yang dibuat adalah
600. Akan tetapi, dalam membuat komentar tidak boleh asal komentar, namun
komentar harus memenuhi dua syarat, yaitu ikhlas di dalam hati dan ikhlas di
dalam pikiran. Ikhas di dalam hati artinya jujur, barokah, doa, tidak
manipulatif, tidak main curang, dan tidak hanya berorientasi pada pencapaian
target. Ikhlas di dalam pikiran berarti memahami maksud dari bacaan. Selain
komentar, komponen lain yang menjadi bagian dari penilaian yaitu mahasiswa
diwajibkan membuat refleksi perkuliahan dan mengikuti ujian dalam setiap pertemuan.
Selain menjelaskan
tentang system perkuliahan, Prof Marsigit juga memperkenalkan dirinya. Prof
Marsigit juga menjelaskan arti nama beliau. Nama beliau memiliki tiga arti yang
dipandang dari tiga sudut pandang yang berbeda, yakni arti secara spiritual,
arti secara kontemporer, dan arti secara klasik. Pada intinya, nama adalah doa.
Doa yang dipanjatkan dan diwariskan oleh orang tua kepada setiap anaknya.
Kemudian Prof Marsigit
mulai menjelaskan tentang filsafat. Pada dasarnya, belajar filsafat adalah
belajar tentang pemikiran. Belajar filsafat dengan Prof Marsigit, artinya
mempelajari pemikiran dan pengalaman hidup dari Prof Marsigit. Belajar filsafat
berarti mempelajari pemikiran para filsuf. Filsafat itu bertingkat, dari
beberapa filosofi turun menjadi ideology. Dari ideologi turun menjadi paradigm.
Paradigm turun menjadi teori. Teori turun menjadi model. Model turun menjadi sintaks.
Dan terakhir, sintaks turun menjadi contoh.
Semua ilmu tersusun
dari dua hal, yaitu objek material dan objek formal. Objek material itu isinya
dan objek formal itu metodenya. Sebagai contoh, melihat ada dua hal, yaitu apa
yang dilihat dan bagaimana engkau melihat. Ilmu juga begitu, ibadah juga,
berkeluarga juga, contohnya punya istri, berarti siapa istrinya dan bagaimana beristri.
Jika ada seribu orang, tentu akan ada seribu macam cara, bagaimana dia
beristri. Contoh lain adalah makan, apa yang dimakan dan bagaimana cara makan.
Mendengar juga begitu, apa yang didengar dan bagaimana cara mendengar. Tidur
juga begitu. Batuk juga macam-macam. Maka sebenar-benar filsafat itu berpikir.
Dari sisi material, yang
berada pada posisi paling tinggi adalah spiritual, baru di bawah spiritual ada
filsafat. Sedangkan objek formal merupakan tata cara, metodologi, atau adab. Manusia
yang cerdas adalah manusia yang beradab. Jangankan manusia, tumbuhan, biantang,
gunung meletus pun ada tata caranya. Tata cara ada yang rekayasa manusia ada pula
yang merupakan kodrat dan takdir dari Yang Maha Kuasa. Oleh karena itu, Prof
Marsigit memberi nasihat agar dalam berfilsafat jangan sampai salah paham.
Sebelum berfilsafat, kita harus menguatkan dulu agama kita masing-masing, berdoa
dengan lebih seirus, meningkatkan dalam beribadah, dan jangan sampai salah
cara. Apapun agamanya sesuai dengan keyakinan masing-masing. Karena pada
akhirnya nanti, berfilsafat adalah kembali kepada kehidupan masing-masing.
Filsafat merupakan olah
pikir, walaupun tidak hanya itu. Filsafat berada di bawah spiritual tapi tidak
akan pernah menjangkau spiritual, karena antara filsafat dan spiritual berbeda
domain. Domain filsafat adalah pikiran, sedangkan domain spiritual adalah hati
dan yang lainnya. Filsafat lebih lembut dari benda yang paling halus, benda
yang belum lembut. Udara itu belum lembut. Konon eter adalah pengisi udara.
Filsafat lebih lembut dari eter. Karena filsafat bisa mengisi ruang tanpa
mengisi. Sebagai contoh, orang yang berbicara itu sudah ada yang berlari dari
mulut ke pikiran orang lain, dari kepala ke pikiran orang lain. Artinya
filsafat mampu mengisi ruang tanpa mengisi. Yang bisa mengalahkan kelembutan
filsafat adalah kelembutan hati atau spiritual. Tidak ada yang bisa menandingi
spiritual. Prof Marsigit menjelaskan bahwa wujud spiritual yang paling bisa
dipahami manusia adalah cahaya.
Setelah memberi gambaran
umum tentang filsafat, Prof Marsigit meminta mahasiswa untuk membuka HP
kembali. Prof Marsigit meminta mahasiswa untuk mengakses Youtube. Beliau
meminta mahasiswa untuk mencari video ketoprak yang berjudul “Rembulan
Kekalang”. Pertunjukan ketoprak tersebut merupakan pentas para guru besar UNY dalam
rangka dies natalis ke-54 UNY. Prof Marsigit mengarahkan mahasiswa untuk
menyaksikan beberapa adegan dalam video tersebut. Dari video tersebut terlihat
bahwa Prof Marsigit berperan sebagai seorang Raja, yaitu Pangeran Purboyo.
Selain Prof Marsigit, dalam pentas ketoprak tersebut, Bapak Rektor UNY juga
memerankan seorang tokoh, yaitu Pangeran Adi Mataram.
Setelah menonton
cuplikan video, Prof Marsigit meminta beberapa mahasiswa untuk berkomentar.
Inti dari cuplikan ketoprak tersebut adalah pergantian kekuasaan dari Raja, yang
diperankan oleh Prof Marsigit kepada Pangeran Adi Mataram yang diperankan oleh Bapak
Rektor UNY. Kemudian terjadi pemberontakan ke kerajaan. Seseorang bermaksud
menangkap dan menyelakai Sang Raja, namun upaya tersebut mampu digagalkan oleh
Sang Raja.
Kemudia Prof Marsigit
memberi penjelasan kepada mahasiswa bahwa dalam berfilsafat dapat berangkat
dari hal apa saja, misalnya dari apa yang dipikirkan, apa yang didengar, dan
apa yang dirasakan dapat digunakan sebagai awal berfilsafat. Begitu pula
ketoprak yang baru saja disaksikan, dapat pula kita pikirkan maknanya secara
filosofis. Oleh karena itu, Prof Marsigit menyarankan para mahasiswa yang
berasal dari Luar Jawa untuk mempelajari bahasa Jawa beserta
kebudayaan-kebudayaannya selama berada di Jogja.
Kemudian Prof Marsigit
menjelaskan lebih jauh makna filosofis dari cerita ketoprak yang baru saja
disaksikan. Dari ketoprak tersebut dapat diterjemahkan, dapat diturunkan dalam
pragmatis value atau nilai-nilai. Yang dapat kita lihat dengan jelas adalah
kualitas pertama, sedangkan selebihnya adalah kualitas kedua, ketiga, dan
seterusnya. Selebihnya adalah yang semua dikurangi yang pertama. Filsafat dapat
ditaruh di depan apa saja. Sebagai contoh yaitu filsafat ilmu, filsafat
olahraga, filsafat tempe, filsafat handphone, filsafat kacamata. Contoh-contoh
tersebut menjadi kualitas pertama. Kualitas sebaliknya disebut kualitas
metafisik. Kualitas metafisik adalah apa yang ada disebalik yang terlihat. Karena
pada dasarnya, setiap hal tidak hanya apa yang terlihat semata. Termasuk
manusia. Apa yang ada dalam diri manusia, yang dapat terlihat merupakan kualitas
pertama, misalnya memakai jilbab merah, geleng-geleng, kedip-kedip, dll. Sedangkan
selebihnya adalah semuanya dikurangi kualitas pertama.
Dari cerita ketoprak,
kerajaan diserang oleh pemberontak. Raja akan ditusuk. Ditusuk jika kita
pandang secara harfiah berarti sakit, bisa mati. Namun jika kita pandang secara
metafisik, ditusuk berarti goadaan. Hidup ini penuh dengan godaan. Contohnya godaan
marah, menipu, tidak jujur, KKN, godaan menyiarkan berita bohong, dll. Lalu siapa
orang yang menusuk? Orang yang menusuk adalah penggoda-penggoda tadi, termasuk
godaan untuk mengambil yang bukan haknya, antri berdesak-desakan, yang mendesak
adalah orang yang menusuk, manusia tak beradab, tidak tahu tata cara. Dia
termasuk golongan yang ingin mengambil hak yang bukan miliknya.
Kemudian ada pula
adegan berperang. Berperang artinya keluar dari kegelapan atau keburukan. Untuk
menangkap penjahat atau keluar dari kegelapan caranya yaitu diikat dengan ilmu.
Berilmu berarti tidak fakir. Tidak berilmu itu fakir. Fakir cenderung miskin.
Orang yang tidak berilmu cenderung miskin. Orang yang miskin cenderung tidak
berilmu. Sehingga salah satu tujuan mencari ilmu adalah agar tidak fakir dan
diharapkan tidak miskin. Miskin dalam filsafat itu semuanya. Contohnya miskin
ilmu, miskin silahturahmi, dll. Oleh karena itu ilmu itu penting untuk mengikat
kebodohan.
Ada pula adegan
mengerahkan prajurit untuk melawan pemberontak. Artinya manusia tidak akan bisa
hidup sendiri. Manusia selalu membutuhkan orang lain. Oleh karena itu bekerja
sama dan berbuat baik kepada orang lain sangatlah diperlukan.
Selanjutnya, Prof
Marsigit menjelaskan bahwa beliau tidak berharap mahasiswa akan menjadi seperti
beliau. Karena belajar itu hidup. Filsafat itu hidup. Hidup itu menembus ruang
dan waktu. Sehingga belajat dapat dilakukan kapan pun dan di mana pun.
Kuliah selesai,
kemudian ditutup dengan doa yang dipimpin oleh Prof Marsigit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar